Selasa, 21 Mei 2013

Tugas 2 Jelaskan pengertian wawasan Nusantara



1.   Jelaskan pengertian wawasan Nusantara
Pengertian Wawasan Nusantara

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dibutuhkan suatu cara pandang kebangsaan yang melihat bangsa dan negara dari sudut pandang kesatuan yang utuh. Hal ini sangat dibutuhkan oleh bangsa dan negara Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku dan budaya agar tercipta persatuan dan kesatuan yang pada akhirnya akan mendorong terciptanya kesejahteraan masyarakat Indonesia juga.
Beberapa pengertian wawasan nusantara adalah :
1. Prof. Dr. Wan Usman
Wawasan N usantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.

2. LEMHANAS
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

Jadi pengertian Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dengan tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.

Landasan Wawasan Nusantara :
1. Landasan Idiil adalah Pancasila
2. Landasan Konstitusional adalah UUD 1945

Hakekat wawasan Nusantara adalah keutuhan nusantara/ nasional, dalam pengertian cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan nusantara.

Fungsi Wawasan Nusantara adalah pedoman, motivasi, dorongan serta rambu-rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan, balk bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa.

Tujuan Wawasan Nusantara adalah mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala bidang dari rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional dari pada kepentingan orang perorangan, kelompok, golongan, suku bangsa/ daerah




2.     Jelaskan perbatasan Negara Indonesia darat maupun laut dengan Negara lain
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New Guinea (PNG) dan Timor Leste. Perbatasan darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasannya baik bila ditinjau dari segi kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini (PNG). Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil. Beberapa diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif karena mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara tetangga.


Berikut adalah batas laut Indonesia:
Indonesia-Malaysia
Garis batas laut wilayah antara Indonesia dengan Malaysia adalah garis yang menghubungkan titik-titik koordinat yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama di Kuala Lumpur, pada 17 Maret 1977.
Berdasarkan UU No 4 Prp tahun 1960, Indonesia telah menentukan titik dasar batas wilayah lautnya sejauh 12 mil. Sebagai implementasi dari UU tersebut, beberapa bagian perairan Indonesia yang jaraknya kurang dari 12 mil laut, menjadi laut wilayah Indonesia. Termasuk wilayah perairan yang ada di Selat Malaka.
Pada Agustus 1969, Malaysia juga mengumumkan bahwa lebar laut wilayahnya menjadi 12 mil laut, diukur dari garis dasar yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan konvensi Jenewa 1958 (mengenai Laut Wilayah dan Contigous Zone). Sehingga timbul persoalan, yaitu letak garis batas laut wilayah masing-masing negara di Selat Malaka (di bagian yang sempit) atau kurang dari 24 mil laut. Adapun batas Landas Kontinen antara Indonesia dan Malaysia ditentukan berdasarkan garis lurus yang ditarik dari titik bersama ke titik koordinat yang disepakati bersama pada 27 Oktober 1969.
Atas pertimbangan tersebut, dilaksanakan perundingan (Februari-Maret 1970) yang menghasilkan perjanjian tentang penetapan garis Batas Laut Wilayah kedua negara di Selat Malaka. Penentuan titik koordinat tersebut ditetapkan berdasarkan Garis Pangkal masing-masing negara.
Dengan diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, maka penentuan titik dasar dan garis pangkal dari tiap-tiap negara perlu diratifikasi berdasarkan aturan badan internasional yang baru. Selama ini penarikan batas Landas Kontinen Indonesia dengan Malaysia di Perairan Selat Malaka berpedoman pada Konvensi Hukum Laut 1958.
MoU RI dengan Malaysia yang ditandatangani pada 27 Oktober 1969 yang menetapkan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai acuan titik dasar dalam penarikan Garis Pangkal jelas jelas merugikan pihak Indonesia, karena median line yang diambil dalam menentukan batas landas kontinen kedua negara tersebut cenderung mengarah ke perairan Indonesia.
Tidak hanya itu, Indonesia juga belum ada kesepakatan dengan pihak Malaysia tentang ZEE-nya. Penentuan ZEE ini sangat penting dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan masing-masing negara.
Akibat belum adanya kesepakatan ZEE antara Indonesia dengan Malaysia di Selat Malaka, sering terjadi penangkapan nelayan oleh kedua belah pihak. Hal ini disebabkan karena Malaysia menganggap batas Landas Kontinennya di Selat Malaka, sekaligus merupakan batas laut dengan Indonesia. Hal ini tidak benar, karena batas laut kedua negara harus ditentukan berdasarkan perjanjian bilateral.
Berdasarkan kajian Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, batas laut Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka seharusnya berada di median line antara garis pangkal kedua negara yang letaknya jauh di sebelah utara atau timur laut batas Landas Kontinen. Berdasarkan ketentuan UNCLOS-82, sebagai coastal state, Malaysia tidak diperbolehkan menggunakan Pulau Jara dan Pulau Perak sebagai base line yang jarak antara kedua pulau tersebut lebih dari 100 mil laut.
Jika ditinjau dari segi geografis, daerah yang memungkinkan rawan sengketa perbatasan dalam pengelolaan sumber-sumber perikanan adalah di bagian selatan Laut Andaman atau di bagian utara Selat Malaka.

Indonesia-Singapura
Penentuan titik-titik koordinat pada Batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura didasarkan pada prinsip sama jarak (equidistance) antara dua pulau yang berdekatan. Pengesahan titik-titik koordinat tersebut didasarkan pada kesepakatan kedua pemerintah.
Titik-titik koordinat itu terletak di Selat Singapura. Isi pokok perjanjiannya adalah garis Batas Laut Wilayah Indonesia dan laut wilayah Singapura di Selat Singapura yang sempit (lebar lautannya kurang dari 15 mil laut) adalah garis terdiri dari garis-garis lurus yang ditarik dari titik koordinat.
Namun, di kedua sisi barat dan timur Batas Laut Wilayah Indonesia dan Singapura masih terdapat area yang belum mempunyai perjanjian perbatasan. Di mana wilayah itu merupakan wilayah perbatasan tiga negara, yakni Indonesia, Singapura dan Malaysia.
Pada sisi barat di perairan sebelah utara pulau Karimun Besar terdapat wilayah berbatasan dengan Singapura yang jaraknya hanya 18 mil laut. Sementara di wilayah lainnya, di sisi timur perairan sebelah utara pulau Bintan terdapat wilayah yang sama yang jaraknya 28,8 mil laut. Kedua wilayah ini belum mempunyai perjanjian batas laut.
Permasalahan muncul setelah Singapura dengan gencar melakukan reklamasi pantai di wilayahnya. Sehingga terjadi perubahan garis pantai ke arah laut (ke arah perairan Indonesia) yang cukup besar. Bahkan dengan reklamasi, Singapura telah menggabungkan beberapa pulaunya menjadi daratan yang luas. Untuk itu batas wilayah perairan Indonesia – Singapura yang belum ditetapkan harus segera diselesaikan, karena bisa mengakibatkan masalah di masa mendatang. Singapura akan mengklaim batas lautnya berdasarkan Garis Pangkal terbaru, dengan alasan Garis Pangkal lama sudah tidak dapat diidentifikasi.
Namun dengan melalui perundingan yang menguras energi kedua negara, akhirnya menyepakati perjanjian batas laut kedua negara yang mulai berlaku pada 30 Agustus 2010. Batas laut yang ditentukan adalah Pulau Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Perundingan ini telah berlangsung sejak tahun 2005, dan kedua tim negosiasi telah berunding selama delapan kali. Dengan demikian permasalahan berbatasan laut Indonesia dan Singapura pada titik tersebut tidak lagi menjadi polemik yang bisa menimbulkan konflik, namun demikian masih ada beberapa titik perbatasan yang belum disepakati dan masih terbuka peluang terjadinya konflik kedua negara. Perbatasan Indonesia dan Singapura terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian tengah (disepakati tahun 1973), bagian Barat (Pulau Nipa dengan Tuas, disepakati tahun 2009) dan bagian timur (Timur 1, Batam dengan Changi (bandara) dan Timur 2 antara Bintan.

  Indonesia-Thailand
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan Thailand adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan ke arah Tenggara. Hal itu disepakati dalam perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Thailand tentang penetapan Garis Batas Dasar Laut di Laut Andaman pada 11 Desember 1973.
Titik koordinat  batas Landas Kontinen Indonesia-Thailand ditarik dari titik bersama yang ditetapkan sebelum berlakunya Konvensi Hukum Laut PBB 1982. Karena itu, sudah selayaknya perjanjian penetapan titik-titik koordinat di atas ditinjau kembali.
Apalagi Thailand telah mengumumkan Zona Ekonomi Eksklusif dengan Royal Proclamation pada 23 Februari 1981, yang isinya; “The exclusive Economy Zone of Kingdom of Thailand is an area beyond and adjacent to the territorial sea whose breadth extends to two hundred nautical miles measured from the baselines use for measuring the breadth of the Territorial Sea”. Pada prinsipnya Proklamasi ZEE tersebut tidak menyebutkan tentang penetapan batas antar negara.

Indonesia-India
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan India adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan menuju arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan persetujuan pada 14 Januari 1977 di New Delhi, tentang perjanjian garis batas Landas Kontinen kedua negara. Namun, pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada kesepakatan.

 
Indonesia-Australia
Perjanjian Indonesia dengan Australia mengenai garis batas yang terletak antara perbatasan Indonesia- Papua New Guinea ditanda tangani di Jakarta, pada 12 Februari 1973. Kemudian disahkan dalam UU No 6 tahun 1973, tepatnya pada 8 Desember 1973).
Adapun persetujuan antara Indonesia dengan Australia tentang penetapan batas-batas Dasar Laut, ditanda tangani paada 7 Nopember 1974. Pertama, isinya menetapkan lima daerah operasional nelayan tradisional Indonesia di zona perikanan Australia, yaitu Ashmore reef (Pulau Pasir); Cartier Reef (Pulau Ban); Scott Reef (Pulau Datu); Saringapatan Reef, dan Browse.
Kedua, nelayan tradisional Indonesia di perkenankan mengambil air tawar di East Islet dan Middle Islet, bagian dari Pulau Pasir (Ashmore Reef). Ketiga, nelayan Indonesia dilarang melakukan penangkapan ikan dan merusak lingkungan di luar kelima pulau tersebut.
Sementara persetujuan Indonesia dengan Australia, tentang pengaturan Administrative perbatasan antara Indonesia-Papua New Gunea; ditanda tangani di Port Moresby, pada 13 November 1973. Hal tersebut telah disahkan melalui Keppres No. 27 tahun 1974, dan mulai diberlakukan pada 29 April 1974. Atas perkembangan baru di atas, kedua negara sepakat untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan MOU 1974.

   Indonesia-Vietnam
Pada 12 November 1982, Republik Sosialis Vietnam mengeluarkan sebuah Statement yang disebut “Statement on the Territorial Sea Base Line”. Vietnam memuat sistem penarikan garis pangkal lurus yang radikal. Mereka ingin memasukkan pulau Phu Quoc masuk ke dalam wilayahnya yang berada kira-kira 80 mil laut dari garis batas darat antara Kamboja dan Vietnam.
Sistem penarikan garis pangkal tersebut dilakukan menggunakan 9 turning point. Di mana dua garis itu panjangnya melebihi 80 mil pantai, sedangkan tiga garis lain panjangnya melebihi 50 mil laut. Sehingga, perairan yang dikelilinginya mencapai total luas 27.000 mil2.
Sebelumnya, pada 1977 Vietnam menyatakan memiliki ZEE seluas 200 mil laut, diukur dari garis pangkal lurus yang digunakan untuk mengukur lebar Laut Wilayah. Hal ini tidak sejalan dengan Konvensi Hukum Laut 1982, karena Vietnam berusaha memasukkan pulau-pulau yang jaraknya sangat jauh dari titik pangkal. Kondisi tersebut menimbulkan tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di sebelah utara Pulau Natuna.


  Indonesia-Filipina
Berdasarkan dokumen perjanjian batas-batas maritim Indonesia dan Filipina sudah beberapa kali melakukan perundingan, khususnya mengenai garis batas maritim di laut Sulawesi dan sebelah selatan Mindanao (sejak 1973). Namun sampai sekarang belum ada kesepakatan karena salah satu pulau milik Indonesia (Pulau Miangas) yang terletak dekat Filipina, diklaim miliknya. Hal itu didasarkan atas ketentuan konstitusi Filipina yang masih mengacu pada treaty of paris 1898. Sementara Indonesia berpegang pada wawasan nusantara (the archipelagic principles) sesuai dengan ketentuan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS 1982).
Indonesia-Republik Palau
Republik Palau berada di sebelah Timur Laut Indonesia. Secara geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan 1350.50” BT. Mereka adalah negara kepulauan dengan luas daratan  ± 500 km2.
Berdasarkan konstitusi 1979, Republik Palau memiliki yuridiksi dan kedaulatan pada perairan pedalaman dan Laut Teritorial-nya hingga 200 mil laut. Diukur dari garis pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi kepulauan.
Palau memiliki Zona Perikanan yang diperluas (Extended Fishery Zone) hingga berbatasan dengan Zona Perikanan Eksklusif, yang lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal itu menyebabkan tumpang tindih antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang diperluas Republik Palau. Sehingga, perlu dilakukan perundingan antara kedua negara agar terjadi kesepakatan mengenai garis batas ZEE.

Indonesia-Timor Leste
Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.
First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste dilaksanakan pada 18-19 Desember 2002 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas maritim. Kemudian perundingan Joint Border Committee kedua diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003.



Berikut adalah Batas Darat Indonesia:
Perbatasan darat Indonesia dengan negara tetangga adalah bahwa proses penetapan batasnya (Delimitasi) telah diselesaikan di masa pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda menetapkan batas dengan Inggris untuk segmen batas darat di Kalimantan dan Papua. Sedangkan Hindia Belanda menetapkan batas darat dengan Portugis di Pulau Timor. Merujuk kepada ketentuan hukum internasional Uti Possidetis Juris (suatu negara mewarisi wilayah penjajahnya), maka Indonesia dengan negara tetangga hanya perlu menegaskan kembali atau merekonstruksi batas yang telah ditetapkan tersebut. Penegasan kembali atau demarkasi tidaklah semudah yang diperkirakan. Permasalahan yang sering terjadi di dalam proses demarkasi batas darat adalah munculnya perbedaan interpretasi terhadap treaty atau perjanjian yang telah disepakati Hindia Belanda. Selain itu, fitur-fitur alam yang sering digunakan di dalam menetapkan batas darat tentunya dapat berubah seiring dengan perjalanan waktu. Lebih lanjut lagi tidak menutup kemungkinan, sosial budaya dan adat daerah setempat juga telah berubah, mengingat rentang waktu yang panjang semenjak batas darat ditetapkan pihak kolonial dulu.

3.      Indonesia sebagai Negara kepulauan. Jelaskan arti kepulauan bagi bangsa Indonesia

Karakteristik Wilayah Indonesia Dalam UUD 1945
Dalam perubahan ke dua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat penambahan satu BAB yaitu BAB IXA yang berisi satu buah pasal yang sangat relevan dengan bahasan kita kali ini. Bab tersebut menyangkut batasan wilayah Negara, seperti yang dinyatakan pada pasal 25 A UUD 1945 hasil amandemen yang dinyatakan bahwa :
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal ini merupakan penjelasan lebih lanjut yang lebih menjabarkan kedaulatan Negara Republik Indonesia secara geografis, yaitu sebagai Negara kepulauan yang bercirikan nusantara. Penjelasan dan penetapan dari sudut pandang politis tentang kedaulatan dan bentuk negara kita, juga secara konstitusional dapat dilihat pada BAB I Pasal (1) butir (a) yang menyatakan bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
Dari dua pasal konstitusi kita tersebut terlihat bahwa konstitusi kita telah menetapkan dengan jelas dan gamblang tentang bentuk dan karakteristik Negara Indonesia dimana secara politik adalah negara kesatuan dalam bentuk republik dengan wilayah geografis berkarakteristik kepulauan dalam paradigma nusantara. Berbagai keunikan dan kekhas-an mewarnai penetapan dan definisi Negara kita yang tercinta ini. Dua ketentuan paling dasar diatas yang tertuang dalam konstitusi menjadi pondasi utama dalam menetapkan dan menjaga kedaulatan negara dan bangsa Indonesia.
Mengapa penekanan kedaulatan secara geografis juga ditetapkan dalam konstitusi UUD 1945 dalam amandemen yang dilakukan? Hal ini berarti bahwa selama ini kita kurang memperhatikan nilai strategis posisi kepulauan dan kelautan bagi kedaulatan Negara Indonesia. Sudut pandang yang digunakan selama ini hanya melihat kelautan dan kepulauan sebagai wilayah yang memiliki nilai komersial dari sisi sumber daya alam yang dimilikinya. Pemahaman kewilayahan kita selama ini lebih terorientasi kedaratan dibanding kepada laut dan pulau-pulau yang ada diantaranya. Penetapan hasil amandemen UUD 1945 ini memberikan amanat bagi kita untuk lebih memperhatikan peran strategis kelautan dan kepulauan serta sumber daya yang ada didalamnya, termasuk perikanan, tidak hanya dalam perannya meningkatkan daya saing ekonomi Negara dan bangsa tetapi juga dalam perannya mengukuhkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Laut Dan Kedaulatan Negara
Berbagai ukuran geo-statistik memang menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Luas wilayah lautnya mencapai 5,8 juta km2. Sedangkan panjang garis pantainya 81.000 km merupakan ke dua terpanjang di dunia setelah Kanada. Jumlah pulau, baik besar dan kecil sebanyak 17.504 buah. Letaknya yang diapit oleh dua samudera besar – samudera Hindia dan samudera Pasifik dan berada di daerah khatulistiwa telah menjadikan Indonesia sebagai negara yang sangat kaya sumberdaya alam dengan keanekaragaman-hayati yang luar bisa. Fakta menyangkut perairan kita memperlihatkan kenyataan bahwa :
1. Lebih dari 81.000 km garis pantai membentang secara lateral dari barat-timur
2. Wilayah laut yang mencapai 3 juta m2,
3. Luas terumbu karang 12-15% total terumbu global,
4. Luas daratan ‘hanya’ 1,9 juta m2.
Secara hitoris fakta tersebut sudah perjuangkan sebagai bukti kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia atas wilayah perairan dan kepulauan yang diakuasainya. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki ciri khas yang sebagian besar wilayahnya berupa laut diantara pulau-pulau yang ada. Nenek moyang bangsa Indonesia telah memahami dan menghayati kegunaan laut sebagai sarana kehidupan baik untuk perdagangan maupun jalur komunikasi. Keruntuhan bangsa bahari dimulai setelah masuknya VOC ke Indonesia pada 1602 – 1798 M, Salah satu peristiwa bersejarah yaitu adanya perjanjian Giyanti tahun 1755 yang dilakukan oleh Belanda dengan Raja Surakarta dan Yogyakarta, dimana kedua kerajaan itu menyerahkan hasil rempah-rempah kepada pihak Belanda. Keputusan tersebut menjadikan kedua kerajaan itu dibawah kendali Belanda. Politik tanam paksa dan tidak diperbolehkannya pengembangan pengetahuan dan memproduksi kapal asli buatan bangsa Indonesia. Kondisi ini yang membuat secara lambat-laun menghilangkan semangat dan jiwa bahari bangsa Indonesia.
Ketika Republik Indonesia diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, wilayah negara adalah tinggalan Hindia Belanda, dan belum menjadi negara kepulauan. Menurut Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939, maka batas laut teritorial Indonesia adalah 3 mil laut dari pantai. Dengan demikian maka perairan antar pulau pada waktu itu adalah wilayah internasional. Wilayah laut kita dengan rezim hukum laut seperti disebut di atas hanyalah seluas kira-kira 100.000 km2. Secara fisik pulau-pulau Indonesia dipisahkan oleh laut, walaupun secara kultur konsep kewilayahan kita tidak membedakan penguasaan antara laut dan darat. Bangsa Indonesia adalah satu-satunya bangsa di dunia yang menamakan wilayahnya sebagai tanah air .
Setelah kemerdekaan di tahun 1945, dalam suasana semangat nasionalisme yang tinggi dan di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, dideklarasikanlah Wawasan Nusantara pada tanggal 13 Desember tahun 1957 yang dikenal dengan “Deklarasi Djoeanda” yang memandang laut merupakan satu keutuhan wilayah dengan darat. Deklarasi itu merupakan tindakan sepihak yang sangat patriotik sehingga dijadikan titik awal kebangkitan kembali Indonesia menjadi bangsa maritim. Deklarasi di atas yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda, adalah pernyataan jati diri sebagai negara kepulauan, di mana laut menjadi penghubung antar pulau, bukan pemisah. Klaim ini bersamaan dengan upaya memperpanjang batas laut teritorial menjadi 12 mil dari pantai, kemudian diperjuangkan oleh Indonesia untuk mendapat pengakuan internasional di PBB, suatu perjuangan panjang yang meliwati 3 rezim politik yang berbeda yaitu Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru.
Kendati prinsip negara kepulauan mendapat tentangan dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat, akhirnya pada tahun 1982 lahirlah Konvensi kedua PBB tentang Hukum Laut (2nd United Nations Convention on the Law of the Sea, disingkat UNCLOS) yang mengakui konsep negara kepulauan, sekaligus juga mengakui konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang diperjuangkan oleh Chili dan negara-negara Amerika Latin lainnya. Setelah diratifikasi oleh 60 negara maka UNCLOS kemudian resmi berlaku pada tahun 1994. Berkat perjuangan yang gigih dan memakan waktu, Indonesia mendapat pengakuan dunia atas tambahan wilayah nasional sebesar 3,1 juta km2 wilayah perairan dari hanya 100.000 km2 warisan Hindia Belanda, ditambah dengan 2,7 juta km2 Zone Ekonomi Eksklusif yaitu bagian perairan internasional dimana Indonesia mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alam termasuk yang ada di dasar laut dan di bawahnya.
Konsep Negara Kepulauan (Nusantara) memberikan kita anugerah yang luar biasa. Letak geografis kita strategis, di antara dua benua dan dua samudra dimana paling tidak 70% angkutan barang melalui laut dari Eropa, Timur Tengah dan Asia Selatan ke wilayah Pasifik, dan sebaliknya, harus melalui perairan kita. Wilayah laut yang demikian luas dengan 17.500-an pulau-pulau yang mayoritas kecil memberikan akses pada sumber daya alam seperti ikan, terumbu karang dengan kekayaan biologi yang bernilai ekonomi tinggi, wilayah wisata bahari, sumber energi terbarukan maupun minyak dan gas bumi, mineral langka dan juga media perhubungan antar pulau yang sangat ekonomis .
Fakta historis dan ekonomis diatas yang menjadi pertimbangan mengapa karakter kepulauan dan kelautan bangsa kita perlu dijelaskan dalam konstitusi sebagai penekanan yang lebih kuat atas kedaulatan kita atas laut dan pulau yang ada diantara nya. Permasalahannya menjalankan amanat konstittusi tersebut tidak hanya sekedar menetapkan kebijakan namun juga diperlukan kelengkapan yang memadai agar kebijakan tersbut berjalan dengan sempurna sesuai dengan misi yang ditetapkan oleh konstitusi kita.
Saat ini telah ada dua lembaga yang secara umum berperan besar dalam hal kebijakan kelautan di Indonesia. Yaitu Dewan Kelautan Nasional dan Dewan Maritim Indonesia. Dewan Kelautan Nasional berdiri atas dasar Keputusan Persiden No. 77 Tahun 1996. Dimana Dewan Kelautan Nasional, selanjutnya disingkat DKN, adalah forum koordinasi bagi penetapan kebijakan pemanfaatan, pelestarian dan perlindungan kawasan laut. DKN bertugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam perumusan dan penetapan kebijaksanaan umum di bidang pengelolaan masalah-masalah kelautan dan batas wilayah Indonesia. Dewan ini memiliki fungsi : 1) merumuskan kebijakan pemanfaatan, pelestarian, perlindungan serta keamanan kawasan laut, 2)memberikan pertimbangan, pendatapat maupun saran kepada Presiden mengenai pengaturan, pengelolaan, pemanfaatan, pelestarian dan perlindungan serta keamanan kawasan laut dan penetuan batas wilayah Indonesia. 3) Melakukan koordinasi dengan Departemen dan badan-badan lainnya yang terkait dalam rangka keterpaduan perumusan dan penetapan kebijakan yang berkaitan dengan masalah kelautan. DKN ini dipimpin oleh Presiden dan beranggotakan menteri-menteri yang terkait dengan isu masalah kelautan.
Lembaga lainnya yaitu Dewan Maritim Indonesia. Dewan Maritim Indonesia sebagai salah satu lembaga yang beranggotakan para pejabat Pemerintah dan nonPemerintah, dibentuk dengan Keputusan Presiden RI Nomor 161 tahun 1999 diketuai oleh Presiden RI, dengan ketua harian adalah Menteri Kelautan dan Perikanan RI, mempunyai fungsi sebagai Forum konsultasi dan membantu Presiden dalam memutuskan kebijakan nasional di bidang kelautan. DMI sebagai perencana pembangunan maritim Indonesia perlu memprioritaskan sosialisasi kemaritiman, antar lain melalui pendidikan dan pelatihan, komunikasi massa untuk membangun masyarakat nelayan, pantai dan pesisir. Dengan pengertian maritim yang lebih luas lagi, maka akan tercakup berbagai bidang kehidupan disamping hal fisiknya, yang penekanan pada upaya pemberdayaan menuju pembangunan kelautan yang berkesinambungan, berwawasan lingkungan yang berkembang mendorong terciptanya integrasi masyarakat maritim yang profesional dalam pengelolaan kehidupan perekonomian, dengan harapan akan berhasil meningkatkan industri dan jasa maritim lainnya (termasuk industri pariwisata bahari yang cukup jauh tertinggal dengan negara lainnya, industri pelayaran yang perlu dibangun kembali yang semakin merosot, akibat didominasi oleh kapal-kapal asing, dan tidak kalah pentingnya memprioritaskan peningkatan tersedianya sumber daya manusia kelautan yang masih sangat langka. Selanjutnya dalam kepres juga jelaskan fungsi DMI antara lain
• Merumuskan kebijakan kewilayahan nasional, eksplorasi, pemanfaatan, pelestarian dan perlindungan di bidang kelautan dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan
• Memberikan pertimbangan kepada presiden mengenai hal tersebut diatas, dan hal lain atas permintaan presiden
• Melakukan konsultasi dengan lembaga terkait, baik pemerintah maupun non pemerintah dalam rangka keterpaduan kebijakan di bidang kelautan
• Mencari pemecahan masalah dan mengevaluasi kebijakan di bidang kelautan.
Kembali ke konstitusi kita, dimana telah ditekankan tentang bentuk dan cirri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka seharusnya lembaga-lembaga diatas atau lembaga apapun yang akan dibentuk yang berkaitan dengan kelautan kita, haruslah mengacu pada kerangka konstitusi yang telah ditetapkan. Negara kepulauan yang ditetapkan dalam konstitusi artinya mengacu pada konsep nusantara sebagaimana yang dideklarasikan dan diperjuangkan oleh pendahulu kita dalam Deklarasi Juanda tahun 1957. Bahwa kedaulatan Negara Republik Indonesia bersifat utuh terhadap segenap kepulauan dan perairan yang menyatukannya. Melihat pemahaman ini maka seharusnya dalam penetapan kebijakan politis yang terkait dengan kewilayahan harus mengacu pada konsep tersebut dan berbagai upaya pengelolaan kemaritiman diarahkan pada upaya mempertahankan kedaulatan yang penuh atas penetapan yang telah dibuat.

Adapun aturan hukum tentang wilayah laut ( perairan ) yang relevan dengan beberapa ketentuan UUD 1945
1.      Ketentuan-ketentuan UUDS 1945 dan ketetapan MPR yang diimplementasikan :
1.1. Pembukaan UUD 1945 alenia IV
1.2. UUD 1945 pasal 1 ayat ( 1 )
1.3. UUD 1945 pasal 30 ayat ( 1 )
1.4. Ketetapan MPR no II / MPR / 1983
2.   Peraturan perundang-undangan tentang wilayah laut ( perairan ) yang mengimplementasikannya
2.1. Undang-undang no 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia     ( Wawasan Nusantra )
2.2. Peraturan pemerintah no 8 tahun 1962 tentang lalu lintas laut damai kendaraan air asing dalam perairan Indonesia.
2.3. Keputusan Presiden RI no 16 tahun 1971, tentang pemberian izin berlayar bagi segala kegiatan kendaraan asing dalam wilayah perairan Indonesia.
2.4. UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia
2.5. UU no 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Ekslkusif Indonesia
2.6. Peraturan Pemerintah no 15 tahun 1984 tentang pengolahan SDA hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
2.7. UU no 20 tahun 1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pertahanan keamanan NKRI




Peta Indonesia
Indonesia Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 17.506 pulau, 5.705 pulau yang tak bernama  dan 11. 801 pulau yang bernama. Kondisi wilayah baik daratan maupun lautan setelah berpisah dengan Timor-Timor  Indonesia masih merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai lebih dari 80.570 km, luas laut teritorial sekitar 285.005 km, luas laut perairan ZEE 2.692.762 km, luas perairan pedalaman 2.012.392 km, luas wilayah daratan 2.012.402 km, luas wilayah perairan Indonesia 5.877.879 km, yang langsung menjadi batas Indonesia dengan negara tetangga (Dishidros 2001)

Indonesia mempunyai batas maritim dengan 10 (sepuluh) negara tetangga yaitu: India, Thailand, Malaysia, Singapore, Vietnam, Philipina, Palau, Papua new Guinea, Australia dan Timor Leste. Batas maritim tersebut terdiri dari batas laut wilayah (laut territorial), batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan batas landas kontinen. Penentuan batas maritime tersebut perlu dilaksanakan dalam rangka penegakan kedaulatan dan hukum di wilayah yurisdiksi Indonesia di laut, pengelolaan sumber daya alam serta pengembangan ekonomi kelautan.

Penetapan batas-batas maritim tersebut ditentukan berdasarkan ketentuan hukum laut internasional dan pada saat ini menggunakan United Nations of Convension on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 82) yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Rl melalui UU No. 17 Tahun 1985. Implementasinya antara lain diperlukan pengelolaan terhadap batas maritim yang meliputi batas maritim langsung berbatasan dengan negara tetangga dan batas maritim dengan laut bebas. Secara teknis penentuan batas maritim diatur dalam A Manual on Technical Aspects United Nations of Convension on the Law of the Sea (TALOS) yang dikeluarkan oleh International Hydrographic Organization (IHO). Dengan demikian maka Dishidros TNI AL sebagai salah satu Badan Pelaksana Pusat di tingkat Mabesal sekaligus sebagai lembaga hidrografi nasional sesuai Keppres No. 164/1960, ditunjuk sebagai anggota IHO mewakili pemerintah Rl, ikut terlibat menjadi anggota delegasi dalam setiap perundingan perbatasan laut dengan negara tetangga.
Pulau-pulau terluar, yang berpenduduk maupun tidak berpenduduk jauh dari perhatian pemerintah. Keberadaan pulau-pulau ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas negara kita ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat menggangu keutuhan wilayah Indonesia,
Penyebab hilangnya pulau disebabkan beberapa hal hilangnya pulau secara fisik akibat abrasi, tenggelam, atau karena kesengajaan manusia, hilangnya pulau secara kepemilikan akibat sebuah keputusan hukum seperti yang terjadi pada kasus berpindahnya status kepemilikan Sipadan dan Ligitan dari Indonesia ke Malaysia, hilang secara sosial dan ekonomi, akibat praktek ekonomi dan sosial dari masyarakat secara turun temurun didiami oleh masyarakat dari negara lain.





Pulau-pulau Terluar yang Berada di Wilayah Kep.Riau :



1.      Pulau Nipah, Wilayah Pemerintah Kota Batam, Kep. Riau 

Pulau Nipah tidak hanya bernilai strategis karena menjadi titik referensi dan titik dasar dalam penarikan batas wilayah Indonesia dan Singapura, pulau itu juga bernilai ekonomis karena berada di jalur pelayaran internasional sehingga Pemerintah berencana mengembangkan Nipah menjadi kawasan industri dan pertahanan.

Pulau Nipah atau Pulau Nipa (menurut Peta Dishidros TNI-AL), secara administratif termasuk di wilayah Desa Pemping, Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Luas wilayah 63 hektare ketika air laut surut dan menjadi 58 hektare ketika permukaan air laut rata-rata serta hanya 28 hektare ketika permukaan air laut tinggi kemudian hanya 0,62 hektare ketika air laut pasang. Letak pulau ini berada pada koordinat 103 39'04.68" - 103 39' 39.384" BT dan 1 8' 26.88" - 1 9' 12.204" LU.

Pulau Nipah merupakan bagian dari gugusan pulau Batam-Rempang-Galang yang dikenal BARELANG, khususnya Pulau Pemping, Pulau Kelapa Jerih, dan Pulau Bulan. Secara geografis Pulau Nipah sangat strategis terletak di antara Selat Philip dan selat utama yang berbatasan langsung dengan Singapura. Hal itu menjadikan posisi Pulau Nipah memiliki nilai strategis  karena merupakan pulau terluar yang berada di perbatasan antara Indonesia dan Singapura. Dalam perjanjian pada  tanggal 25 Mei 1973 yang disepakati antara Indonesia Singapura, Pulau Nipah dijadikan sebagai titik referensi dan titik dasar dalam penarikan batas wilayah Indonesia dan Singapura.

2.      Pulau sekatung Wilayah, Kab. Natuna, Kep. Riau
Pulau Sekatung adalah pulau mungil yang berbatasan langsung dengan Vietnam, Thailand, dan Malaysia. Luas daratan pulau ini hanya sekitar 1,65 kilometer persegi. ”Dari Pulau Sekatung, kita lebih dekat ke Ho Chi Minh City (Vietnam) daripada ke Jakarta yang berjarak 1.000 kilometer lebih. Penghuninya terdiri dari 5 KK, ditambah pengamanan dari 2 personil divisi navigasi, 1 Kompi Satgas Marinir. Pulau ini juga bagian dari 12 pulau – pulau kecil yang secara administratif masuk ke wilayah Kecamatan Pulau Laut, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri, berdasarkan Keppres R.I. Nomor 78 tahun 2005. Pulau Sekatung termasuk dalam 12 pulau terluar yang memerlukan penanganan khusus.
Mengingat letak geografisnya, tidak pelak Pulau Sekatung bernilai strategis. Pulau ini, bersama pulau terluar lain, menjadi titik dasar dari garis pangkal kepulauan yang menentukan wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen Indonesia. Sederhananya, Pulau Sekatung penting karena membentuk batas wilayah kedaulatan Indonesia.Meski bernilai sangat strategis, Pulau Sekatung baru berpenghuni pada 2007. Waktu itu, Pemerintah Kabupaten medirikan lima rumah untuk ditempati lima keluarga. Tak lama kemudian ditempatkan satu peleton pasukan TNI Angkatan Darat di pulau itu. Mereka memiliki pos penjagaan di area puncak bukit Pulau Sekatung. Pos ini menghadap ke Pulau Laut, bukan ke arah perbatasan dengan negara asing.
Dengan dikelilingi air laut yang masih bening, Pulau Sekatung sangat indah. Udaranya pun segar dan bebas polusi. Terumbu Karang Pulau Sekatung dikelilingi gugusan terumbu karang yang cukup lebar. Jarak antara batas daratan dengan bibir karang di bagian tenggara pulau tersebut mencapai 2 km. Pada saat surut terendah, sebagian areal perairan dangkal tersebut akan kering, kecuali bagian cekungan yang merupakan alur keluar masuk perahu atau kapal nelayan. Pada saat pasang dan digenangi air, ditemukan beberapa biota diantaranya penyu sisik, beberapa gerombolan ikan hias dan anakan ikan baronang. Terumbu karang ditemukan pada kedalaman 3-5 meter dengan persentase penutupan terumbu karang sekitar 9%. Genus-genus karang yang ditemukan di Pulau Sekatung adalah Porites, Acropora, Favites, Goniopora, Fungia, Pocillopora, Favia, Lobophyllia, Stylophora, Astreopora, Montipora dan Galaxea.
Jenis pantai di Pulau Sekatung yaitu pantai bertebing curam dan vegetasi yang dominan terdapat di pulau ini adalah semak belukar berupa pohon hutan dengan kerapatan 5 s/d 10 individu/100m2 yang tumbuh. Sayangnya, pulau ini memiliki fasilitas yang minim sehingga tak nyaman dihuni. Kondisi Pulau Sekatung juga tidak memiliki sumber air bersih. Situasi ini membuat makin sedikit warga yang benar-benar tinggal di Pulau Sekatung.


3.   Pulau Nongsa, Kota Batam, Kepulauan Riau
Pulau Nongsa, adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di perbatasan Indonesia dengan Singapura, dan merupakan wilayah dari pemerintah kota Batam, provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berada di sebelah utara tidak jauh dari pelabuhan Nongsa di pulau Batam yang dapat dilihat dalam jalur perjalanan ferry dari pelabuhan Nongsa menuju pelabuhan Tanah Merah di Singapura. Letak koordinat dari pulau Nongsa adalah 1° 12 29 LU, 104° 4 47 BT.
4. Pulau Karimun kecil, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau
Kabupaten Karimun dimulai dari sebuah kota kecil dengan nama Tanjung Balai Karimun dan berstatus kecamatan dengan luas daerah 275 Km2.  Tanjung Balai Karimun, dari sisi sejarah tidak dapat dipisahkan dari kabupaten utamanya, yaitu Kepulauan Karimun. Berdasarkan Keputusan Pemerintan Republik Indonesia, Provinsi Sumatera Tengah pada 18 mei 1956 bergabung dengan Republik Indonesia dan Kepulauan Riau diberi status otonomi daerah tingkat II yang mengendalikan empat kecamatan.


5. Subi Kecil, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau
Pulau Subi Kecil adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di laut Natuna atau bagian dari laut Cina Selatan yang berbatasan dengan negara Malaysia bagian timur (Kalimanatan utara). Pulau Subi Kecil ini merupakan wilayah dari kabupaten Natuna, provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berada di sebelah utara dari pulau Subi dengan koordinat 3° 1 51 LU, 108° 54 52 BT.



6.   Pulau Berakit, Kota Batam, Kepulauan Riau
Pulau Berakit atau Pulau Batu Berhanti adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di perbatasan Indonesia dengan Singapura, dan merupakan wilayah dari pemerintah kota Batam, provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berada di sebelah barat laut dari pulau Sambu (pangkalan minyak Pertamina di pulau Batam) yang dapat dilihat dalam jalur perjalanan ferry dari pelabuhan Batam Centre menuju pelabuhan HarborFront di Singapura. Letak koordinat dari pulau Batu Berhanti adalah http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/5/55/WMA_button2b.png/17px-WMA_button2b.png1°116LU,103°5257BT.


 7.   Pulau Mangkai, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau
Pulau Mangkai adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di laut Natuna atau bagian dari laut Cina Selatan dan berbatasan dengan negara Malaysia di bagian baratnya. Pulau Mangkai ini merupakan wilayah dari Kabupaten Kepulauan Anambas, provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini berada di sebelah barat laut dari pulau Jemaja dengan koordinat 3° 5 32 LU, 105° 35 0 BT


 8. Batu Mandi, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau
Pulau Batu Mandi terletak di wilayah administratif Rokan Hilir. Regulasi ada di Titik Dasar No. TD 185 dan Titik Referensi No. TR 185.Pulau Batu Mandi adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Selat Melaka dan berbatasan dengan negara Malaysia. Pulau Batu Mandi ini merupakan bagian dari wilayah Provinsi Riau. Pulau ini berada di sebelah utara 52 mil laut dari kota Bagansiapiapi dengan koordinat 2° 53 11 LU, 100° 34 36 BT.
Pulau Batu Mandi merupakan bagian dari gugusan Kepulauan Arwah yang terdiri dari sembilan pulau-pulau kecil. Pulau ini berupa batu hitam yang tidak terlalu tinggi yang diatasnya didirikan bangunan rumah untuk tempat berjaga. Kondisi perairan Pulau Batumandi juga termasuk jernih dengan ombak yang sedang. Hal ini karena angin yang bertiup kencang dari Barat tidak ada penghalang sampai ke pulau ini. Arus di daerah perairan pulau ini berasal dari selat malakayang bergerak ke arah Timur tanpa pembelokkan yang berarti, dengan kecepatan arus sekitar 0,69 m/detik. Kedalaman pantainya berada pada kisaran 11-37 meter. Pulau ini tidak berpenghuni dan tidak layak untuk ditempati.
Terumbu Karang Pulau Batumandi memiliki berbagai jenis terumbu karang dengan presentase penutupan yang rendah yaitu sekitar 29,34%. Jenis terumbu karang yang dominan berupa karang keras (Hard Coral) yaitu sebanyak 57,2%,jenis lainnya yaitu karang mati (Dead Coral) 22,3% dan Karang lunak (Soft Coral) 31,5%. Perikanan Perairan Pulau Batumandi memiliki kekayaan hayati yang melimpah antara lain ikan hias, tuna, tenggiri, cakalang, kembung, kerapu, kakap dan teri.
Pulau Batu Mandi dan Pulau Jemur serta pulau di sekitarnya mempunyai pemandangan yang indah dan masih alami dengan pantai berpasir putih dan laut yang biru dan merupakan cagar satwa langka dan tempat penangkaran penyu.


4. Sebutkan propinsi yang ke-34 dari negara indonesia, serta jelaskan asal usulnya

Provinsi Kaltara ( Kalimantan Utara ) adalah provinsi yang berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia. Provinsi Kaltara merupakan open gates ke Malaysia, Filipina Selatan dan Brunei Darussalam.

Provinsi Kaltara terdiri dari :

 
-  Kabupaten Bulungan.
  -  Kabupaten Tanah Tidung.
  -  Kabupaten Nunukan.
  -  Kabupaten Malinau.
  -  Kota Tarakan.

Dasar hukum pembentukan Provinsi Kaltara adalah UU No.20 Tahun 2012.

Ibukota Provinsi Kaltara berkedudukan di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan (Pasal 7 UU No.20 Tahun 2012).

Adapun batas wilayah Provinsi Katara adalah :

 
-   Sebelah utara berbatasan dengan Negara Bagian Sabah, Malaysia.
 -   Sebelah timur berbatasan dengan Laut Sulawesi.
 -  Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kabupaten Berau, Provinsi Kaltim.
 -   Sebelah barat berbatasan dengan Negara Bagian Serawak, Malaysia.