Tukang Sapu,
Kini Pengusaha Sukses
Pertama
bekerja di Jakarta, Ojan menjadi buruh bangunan di Ciledug, Jakarta Selatan.
Namun, pekerjaan kasar itu tak lama dijalaninya. menjadi kuli bangunan, Ojan
mendapat tawaran menjadi tukang sapu di kantor Gramedia di Palmerah, Jakarta
Barat.
Tanpa pikir
panjang, tawaran itu langsung diambilnya. "Pekerjaan sebagai tukang sapu
lebih mudah ketimbang jadi buruh bangunan.
Lantaran
kinerjanya memuaskan, kariernya pun naik dari tukang sapu menjadi office boy.
Dari situ, kariernya kembali menanjak menjadi tenaga pemasar dan juga
penanggung jawab gudang.
Pada tahun
1995, ia mencoba mencari tambahan pendapatan dengan berjualan aksesori di
Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Saat itu, Ojan sudah berkeluarga dengan dua
orang anak. Selama empat tahun Ojan berjualan produk-produk aksesori, seperti
jepit rambut, kalung, Berbekal pengalaman dagang, tekadnya terjun ke bisnis
semakin kuat. "Saya dagang aksesori seperti jepit rambut, kalung, dan
gelang dengan modal yang cukup lumayan besar Rp. 100.000 Rb.
Setiap
Sabtu-Minggu, Ojan rutin menggelar lapak di Stadion Gelora Bung Karno. Dua
tahun berjualan, modal dagangannya mulai terkumpul lumayan banyak.
Dari sanalah
ia kemudian berpikir bahwa berdagang ternyata lebih menjanjikan ketimbang
menjadi karyawan dengan gaji pas-pasan. Makanya, pada tahun 1997, ia memutuskan
mundur dari pekerjaannya dan fokus untuk berjualan.
Berbekal
uang hasil jualan selama dua tahun di Gelora Bung Karno, Ojan berhasil membeli
sebuah kios di Mal Graha Cijantung. "Setelah pindah ke Cijantung, bisnis
aksesori ini meningkat tajam.
Tahun 1999,
ada seseorang yang menawar kios beserta usahanya dengan harga mahal. Mendapat
tawaran menarik, Ojan kemudian menjual kiosnya itu. Dari hasil penjualan kios
ditambah tabungan selama ia berdagang, ia kemudian membeli sebuah rumah, Di
tempat baru inilah, perjalanan bisnis Ojan dimulai.
Pengalaman
berjualan aksesori sangat berbekas bagi Ojan. Ia pun merintis usaha toko
sembako dan kontrakan. Sejak itu, naluri bisnisnya semakin kuat.
Saat itu, ia
langsung membidik usaha toko sembako. Ia melihat, peluang bisnis ini lumayan
menjanjikan karena, ke depan, daerah tempatnya bermukim itu bakal berkembang
dan ramai. "Tapi tahun 1999, waktu saya buka toko sembako itu masih
sepi," ujarnya.
Namun, Ojan
tak kehabisan akal. Supaya kawasan tempatnya tinggal kian ramai, ia kemudian
membangun sebanyak 10 rumah kontrakan dengan harga miring. Rumah kontrakan ini
diperuntukkan bagi pedagang keliling.
Selain
mendapat pemasukan baru dari usaha kontrakan, para pedagang itu juga menjadi
pelanggan tetap toko sembakonya. "Cara itu ampuh dan banyak warga di luar
Pondok Ungu mulai mengenal toko kami," ujarnya.
Seiring berjalannya
waktu, bisnisnya semakin kuat. Tahun 2006, Ojan melihat peluang bisnis sari
kelapa. Tertarik dengan peluang itu, ia memutuskan untuk mendalami proses
pembuatan sari kelapa.
Untuk
keperluan produksi sari kelapa ini, ia membeli bakteri dari Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. "Tahap awal saya membuat 200 nampan
sari kelapa, Sari kelapa buatannya itu dipasarkan ke sejumlah perusahaan
minuman. Beberapa perusahaan mau menampung sari kelapanya. Tetapi, itu tidak
lama. Lantaran kualitas sari kelapa produksinya menurun, beberapa perusahaan
tidak mau lagi membeli. Ia pun berhenti memproduksi dan memutuskan untuk
belajar yang lain.
Untuk
meningkatkan kualitas sari kelapa, ia mencoba berguru ke seorang disalah satu dosen
Institut Pertanian Bogor (IPB). Namun, melihat keseriusan Ojan, dosen memberikan
les privat setiap hari sabtu selama dua
bulan. Ojan pun melanjutkan kembali produksi sari kelapanya.
Saat itu, ia
langsung memproduksi 10.000 atau senilai
Rp 70 juta. Hasilnya lumayan memuaskan. Beberapa perusahaan bersedia menyerap
produk sari kelapanya. Sejak itu, bisnisnya terus berkembang dan maju.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar