Kamis, 15 Oktober 2015

Tukang Sapu Menajadi Pengusaha



Tukang Sapu, Kini Pengusaha Sukses


Pertama bekerja di Jakarta, Ojan menjadi buruh bangunan di Ciledug, Jakarta Selatan. Namun, pekerjaan kasar itu tak lama dijalaninya. menjadi kuli bangunan, Ojan mendapat tawaran menjadi tukang sapu di kantor Gramedia di Palmerah, Jakarta Barat.
Tanpa pikir panjang, tawaran itu langsung diambilnya. "Pekerjaan sebagai tukang sapu lebih mudah ketimbang jadi buruh bangunan.
Lantaran kinerjanya memuaskan, kariernya pun naik dari tukang sapu menjadi office boy. Dari situ, kariernya kembali menanjak menjadi tenaga pemasar dan juga penanggung jawab gudang.
Pada tahun 1995, ia mencoba mencari tambahan pendapatan dengan berjualan aksesori di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta. Saat itu, Ojan sudah berkeluarga dengan dua orang anak. Selama empat tahun Ojan berjualan produk-produk aksesori, seperti jepit rambut, kalung, Berbekal pengalaman dagang, tekadnya terjun ke bisnis semakin kuat. "Saya dagang aksesori seperti jepit rambut, kalung, dan gelang dengan modal yang cukup lumayan besar Rp. 100.000 Rb.
Setiap Sabtu-Minggu, Ojan rutin menggelar lapak di Stadion Gelora Bung Karno. Dua tahun berjualan, modal dagangannya mulai terkumpul lumayan banyak.
Dari sanalah ia kemudian berpikir bahwa berdagang ternyata lebih menjanjikan ketimbang menjadi karyawan dengan gaji pas-pasan. Makanya, pada tahun 1997, ia memutuskan mundur dari pekerjaannya dan fokus untuk berjualan.
Berbekal uang hasil jualan selama dua tahun di Gelora Bung Karno, Ojan berhasil membeli sebuah kios di Mal Graha Cijantung. "Setelah pindah ke Cijantung, bisnis aksesori ini meningkat tajam.
Tahun 1999, ada seseorang yang menawar kios beserta usahanya dengan harga mahal. Mendapat tawaran menarik, Ojan kemudian menjual kiosnya itu. Dari hasil penjualan kios ditambah tabungan selama ia berdagang, ia kemudian membeli sebuah rumah, Di tempat baru inilah, perjalanan bisnis Ojan dimulai.
Pengalaman berjualan aksesori sangat berbekas bagi Ojan. Ia pun merintis usaha toko sembako dan kontrakan. Sejak itu, naluri bisnisnya semakin kuat.
Saat itu, ia langsung membidik usaha toko sembako. Ia melihat, peluang bisnis ini lumayan menjanjikan karena, ke depan, daerah tempatnya bermukim itu bakal berkembang dan ramai. "Tapi tahun 1999, waktu saya buka toko sembako itu masih sepi," ujarnya.
Namun, Ojan tak kehabisan akal. Supaya kawasan tempatnya tinggal kian ramai, ia kemudian membangun sebanyak 10 rumah kontrakan dengan harga miring. Rumah kontrakan ini diperuntukkan bagi pedagang keliling.
Selain mendapat pemasukan baru dari usaha kontrakan, para pedagang itu juga menjadi pelanggan tetap toko sembakonya. "Cara itu ampuh dan banyak warga di luar Pondok Ungu mulai mengenal toko kami," ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, bisnisnya semakin kuat. Tahun 2006, Ojan melihat peluang bisnis sari kelapa. Tertarik dengan peluang itu, ia memutuskan untuk mendalami proses pembuatan sari kelapa.
Untuk keperluan produksi sari kelapa ini, ia membeli bakteri dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. "Tahap awal saya membuat 200 nampan sari kelapa, Sari kelapa buatannya itu dipasarkan ke sejumlah perusahaan minuman. Beberapa perusahaan mau menampung sari kelapanya. Tetapi, itu tidak lama. Lantaran kualitas sari kelapa produksinya menurun, beberapa perusahaan tidak mau lagi membeli. Ia pun berhenti memproduksi dan memutuskan untuk belajar yang lain.
Untuk meningkatkan kualitas sari kelapa, ia mencoba berguru ke seorang disalah satu dosen Institut Pertanian Bogor (IPB). Namun, melihat keseriusan Ojan, dosen memberikan les privat setiap hari sabtu  selama dua bulan. Ojan pun melanjutkan kembali produksi sari kelapanya.
Saat itu, ia langsung memproduksi 10.000  atau senilai Rp 70 juta. Hasilnya lumayan memuaskan. Beberapa perusahaan bersedia menyerap produk sari kelapanya. Sejak itu, bisnisnya terus berkembang dan maju.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar